Revolusi digital dan teknologi komunikasi yang berlangsung di penghujung tahun 1990an hingga era 2000an, tentu mempunyai sejumlah implikasi yang mau tidak mau mesti dihadapi. Pasalnya, ruang digital menawarkan short cut untuk mendapatkan berbagai hal, dengan keluasan, kecepatan, dan massifnya informasi. Informasi-informasi bisa berganti dengan sangat cepat dan hampir tak terbendung. Fenomena sosial-politik juga memungkinkan untuk diakses, dikomentari atau dibicarakan secara bebas oleh warga maya.

Terkait dengan hal tersebut, salah satu hal menarik yang bisa kita temukan di dunia maya saat ini adalah munculnya aneka strategi dalam menyampaikan pendapat atau mengomentari sesuatu yang serius secara jenaka, entah dengan meme ataupun strategi visual lain yang memanfaatkan fitur-fitur teknologi. Strategi seperti itu tampaknya dilakukan juga karena sebagian orang kadang terlalu serius di dunia maya, di samping penyampaian kritik yang terbilang serius agak melempem dan kadang sekadar dianggap sebagai angin lalu.

Diskusi ini berkepentingan untuk membicarakan fenomena-fenomena sejenis dengan beranjak dari sudut pandang seniman yang memang bekerja melalui medium digital. Kedua seniman yang diundang, selain memang merespon fenomena di media sosial, juga tampak berupaya menjadikan medium berkarya ini sebagai sarana kritik sosial-politik yang seringkali disampaikan secara jenaka.

Agan Harahap adalah nama seorang seniman yang cukup dikenal oleh warga maya lewat karyanya di media sosial. Ia mengawali karir sebagai pelukis dan ilustrator ketika belajar di Jurusan Desain Grafis Sekolah Tinggi Desain Indonesia (STDI), Bandung. Pernah bekerja sebagai seniman digital imaging di Studio Foto Tarzan dan fotografer senior untuk Trax Magazine, majalah musik yang terbit di Jakarta. Finalis Indonesian Art Award (IAA; 2008). Pameran tunggalnya yang pertama di MES 56, Yogyakarta (2009). Sejak September 2011 bekerja sepenuhnya sebagai seniman. Agan Harahap aktif memposting karya di medsos, memancing respon warga maya, dan tak jarang karyanya menjadi viral. Beberapa yang tidak sadar bahwa postingan itu adalah karya seni bernuansa satire, akan mulai panas. Agan berharap, kontroversi yang terjadi atas karyanya, mampu mendorong warga maya agar lebih cerdas menerima informasi.

Kurnia Harta Winata seorang komikus dan animator juga secara aktif ikut merespon fenomena kekinian di ruang digital. Kurnia mengawali karir sebagai Animator di Urak Urek Studio Animation Jogja (2003-2007), Castle Production Jakarta (2007), Infinite Fireworks Studios Batam (2008), dan Render Post Jakarta (2009 – 2010). Karya-karya komik Kurnia yang telah diterbitkan, diantaranya Kumpulan Komik Koel (2010), Curhat Si Koel (2011), Koel Dalam Galau (2012), 9 Ciri Negatif Manusia Indonesia #dalam Komik (2012), 101 Cara Memilih Pemimpin (2014), Yuk Berinternet! (2015), Kibal-Kibul Motivasi (2016), dan Yesus dan Aku (2017). Lewat tokoh Koel yang  ‘menggelitik’ dan kritis, mengajak kita ‘manggut-manggut’ memahami gagasan cerdas dibaliknya. Menurut Kurnia, karyanya tidak bertujuan membuat orang panas, tetapi menuntut kita untuk lebih cerdas menanggapi isu yang beredar.

Agan Harahap dan Kurnia Harta Winata akan berbagi mengenai pengalaman berkarya mereka dalam Jagongan Malam Santai (Jamasan) ‘Seniman Berkarya Menggelitik Ruang Digital’. Acara ini akan dimoderatori oleh seorang kurator dan peneliti seni rupa, bernama Arham Rahman. Arham lulus dari Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selama di Jogja, dia bekerja di sejumlah kantung-kantung seni dan kebudayaan, di antaranya : Erupsi (Akademi Psikoanlisa, Seni, dan Politik), Colliq Pujie Art Movement, Study on Art Practices (SOAP), dan SPASI, sebuah kelompok studi kuratorial dan kritik seni di Yogyakarta. Saat ini dia bekerja sebagai in house curator di Galeri Lorong, Yogyakarta.

 

Terbuka untuk umum,

link pendaftaran :

bit.ly/jamasandesember2017

Info : 0822 2085 0123